Tentang Negeri Kita

oleh :sutihat rahayu suadhi [IHA]

Gambar

Apa yang salah dengan Negeri  ini ?

Itulah pertanyaan besar yang selalu saya tanyakan. Tidak ada jawaban yang benar-benar membuat saya bernafas lega. Tentang sebuah negara kaya namun sebagian rakyatnya kelaparan. Sebuah negara yang katanya sudah merdeka tapi  masih banyak hak asasi mereka yang tidak dilindungi. Begitu banyak manipulasi dengan topeng-topeng yang mereka pakai dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.  Tapi teriakan rakyat tak sedikitpun mereka dengar.  Manipulasi politik, hukum dan segala aturan yang hanya memihak pada elite-elite politik. Atau bahkan yang lebih parahnya ketika sebuah undang-undang yang dibuat oleh manusia itu dilanggar oleh si pembuatnya. Seharusnya kita sadari bahwa undang-undang buatan manusia itu tidak akan membawa suatu kebaikan.

Saya pernah membaca dalam sebuah Al-Hadist;

حديث التاسع عشر: عن أبي العباس عبدالله بن عباس رضي الله عنهما قال: كنت خلف النبي صلى الله عليه وسلم يوماً، فقال لي: “يا غلام، إنّي أعلمك كلماتٍ: احفظ الله يحفظك، احفظ الله تجده تجاهك، إذا سألت فاسأل اللهَ، وإذا استعنت فاستعن بالله، واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، وإن اجتمعوا على أن يضرّوك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك، رفعت الأقلام وجفت الصحف”، رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح. وفي رواية غير الترمذي: “احفظ الله تجده أمامك، تعرّف إلى الله في الرخاء يعرفك في الشدة، واعلم أن ما أخطأك لم يكن ليصيبَك، وما أصابك لم يكن ليخطئَك، واعلم أن النصر مع الصبر، وأن الفَرَج مع الكرب، وأنّ مع العسر يسراً”.

Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata: “Suatu hari (ketika) saya (dibonceng Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) di belakang (hewan tunggangan) Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda kepadaku: “Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarkan beberapa kalimat (nasehat penting) kepadamu, (maka dengarkanlah baik-baik!): “Jagalah (batasan-batasan syariat) Allah, maka Allah akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan syariat) Allah, maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu (selalu bersamamu dan menolongmu), jika kamu (ingin) meminta (sesuatu), maka mintalah (hanya) kepada Allah, dan jika kamu (ingin) memohon pertolongan, maka mohon pertolonganlah (hanya) kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa seluruh makhluk (di dunia ini), seandainya pun mereka bersatu untuk memberikan manfaat (kebaikan) bagimu, maka mereka tidak mampu melakukannya, kecuali dengan suatu (kebaikan) yang telah Allah tuliskan (takdirkan) bagimu, dan seandainya pun mereka bersatu untuk mencelakakanmu, maka mereka tidak mampu melakukannya, kecuali dengan suatu (keburukan) yang telah Allah tuliskan (takdirkan) akan menimpamu, pena (penulisan takdir) telah diangkat dan lembaran-lembarannya telah kering.” HR At Tirmidzi (7/228-229 –Tuhfatul Ahwadzi), hadits no. 2516), disahihkan oleh Syaikh Al Albani), dan dia berkata: (hadits ini adalah) hadits hasan sahih.

Saya memaknai segala sesuatu yang berpedoman hanya kepada Hukum Allah tentu akan membawa kebaikan pada setiap diri individu, social, maupun sebuah negara yakni menempatkan Syari’at Islam dalam kehidupan sebuah negara. Dimana didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tertulis jelas tentang aturan-aturan yang akan membawa kebaikan bagi umat manusia. Lantas bagaimana jika sebuah negara memiliki hukum yang dibuat oleh manusia ?. Saya berfikir tentang ini, tentang sebuah kesengsaraan, tentang sebuah kemiskinan, tentang segala permasalahan yang timbul ketika ketidakadilan terlihat kontras dalam pandangan kita. Bukan membandingkan tapi saya mengambil contoh penerapan sebagian yang sangat kecil dari hukum Allah di Arab Saudi, Ketika seseorang mencuri maka tangan mereka harus dipotong. Saya pernah mendengar dari salah seorang ustadz dalam sebuah diskusi, Ada cerita yang menurut saya ingat ketika itu.  Sebenarnya ini hanya contok kecil, saat itu sang ustadz berkunjung ke Arab, sampailah dia di Bandara memasuki waktu dzuhur. Seperti biasa saat waktu dzuhur semua muslim disana meninggalkan dagangan mereka untuk menjalankan sholat secara jama’ah. Sehingga tempat-tempat makanan dan semua ruko sepi tidak ada yang menunggui. Namun ketika sang ustadz ingin mengambil makanan dari salah satu kamp, ada ketakutan akan hukum  Allah. Ketika mencuri ya tangan harus dipotong.  Sebenarnya sederhana saja, itu hanya sebagian hukum Allah yang dijalankan, namun bisa kita lihat seperti apa hukum itu membatasi niat manusia yang akan membawa mereka pada keburukan.

Saya yakin semua orang di Negeri ini sudah tahu tentang sebuah ketidakadilan hukum yang diciptakan manusia, ketika hukum itu dibuat tidak untuk kepentingan umat dan hanya menguntungkan kaum elite politik dan mereka yang memiliki kekuasaan atas tubuh bangsa ini. Banyak sekali contoh ketidakadilan dan manipulasi hukum. Dalam contoh sederhana ketika seorang mencuri sandal [mungkin kalian sudah mendengar hal ini] dan dengan lantangnya mereka dihukum ratusan hari dengan konotasi hukum harus ditegakkan. Lalu apa ketegasan hukum itu berlaku untuk kalangan yang memiskinkan negeri ini, mencuri dan memperkaya diri dengan uang haram dengan jalan tidak amanah, membodohi rakyat. Lantas kita lihat seperti apa hukum itu berlaku. Itulah yang mungkin menjadi tanda tanya sangat besar. Sebenarnya sederhana saja, karena mereka memiliki kekuasaan.

Kita hanya jadi penonton ketika pemberitaan itu gencar distasion televisi dari A-Z. Dan hanya diperlihatkan sebuah ketidakadilan yang nyata. Saya sebenarnya tidak paham. Dan saya pernah mendengar dari perkataan seorang dosen, bahwasannya saat kita menonton hal tersebut kita hanya bisa menggerutu dan tak bisa berbuat banyak, lantas apa gunanya menggerutu atau memaki ?. Saya tahu terkadang keinginan dan kenyataan itu kontras terjadi. Dalam hal ini sebuah prilaku, ketika saya berbicara tentang sebuah permasalahan tentu sayapun harus berfikir tentang solusi. Tapi ketika melihat realita yang begitu mengerikan; menyedihkan tentu ada saja kata pahit yang keluar dari mulut kita. Bukankah mereka dipilih untuk membenahi setiap permasalahan di Negeri ini ? Lantas mengapa menumpuk masalah. Apakah kami rakyat yang harus berkaca karena mungkin inikah salah kami? Semua yang saya katakana ini mungkin konyol, saya hanya memikirkan sesuatu dan harus saya katakana. Inilah yang saya rasakan yakni sebuah ketidakadilan. Ketika HAM selalu dibicarakan, kemerdekaan yang sudah kesekian puluh tahunnya. Masih banyak rakyat di Negeri ini yang kelaparan [tidak bisa makan], masih banyak diantara mereka diujung sana yang putus sekolah bahkan tidak bisa sekolah karena tidak ada akses. Bukankah itu juga pelanggaran HAM. Sekali lagi tidak ada yang bisa saya lakukan, selain melkukan hal yang tidak berguna ini. Saya tahu sekalipun saya berteriak tentang semua yang saya rasakan tidak ada yang akan mendengarnya. Karena Ribuan, ratusan, bahkan jutaan mereka yang memperjuangkan keadilan itupun tidak pernah didengar.

Dalil Al-Qur’an

[http://id.wikipedia.org/wiki/Khalifah#Dalil_al-Qur.27an]

Di dalam al-Quran memang tidak terdapat istilah Daulah yang berarti negara. Tetapi di dalam al-Quran terdapat ayat yang menunjukkan wajibnya umat memiliki pemerintahan/negara (ulil amri) dan wajibnya menerapkan hukum dengan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT. Allah SWT berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian. (Qs. An-Nisaa` [4]: 59).

Ayat di atas telah memerintahkan kita untuk menaati Ulil Amri, yaitu Al Hakim (Penguasa). Perintah ini, secara dalalatul iqtidha, berarti perintah pula untuk mengadakan atau mengangkat Ulil Amri itu, seandainya Ulil Amri itu tidak ada, sebab tidak mungkin Allah memerintahkan kita untuk menaati pihak yang eksistensinya tidak ada. Allah juga tidak mungkin mewajibkan kita untuk menaati seseorang yang keberadaannya berhukum mandub.

Maka menjadi jelas bahwa mewujudkan ulil amri adalah suatu perkara yang wajib. Tatkala Allah memberi perintah untuk mentaati ulil amri, berarti Allah memerintahkan pula untuk mewujudkannya. Sebab adanya ulil amri menyebabkan terlaksananya kewajipan menegakkan hukum syara’, sedangkan mengabaikan terwujudnya ulil amri menyebabkan terabaikannya hukum syara’. Jadi mewujudkan ulil amri itu adalah wajib, karena kalau tidak diwujudkan akan menyebabkan terlanggarnya perkara yang haram, yaitu mengabaikan hukum syara’ (tadhyii’ al hukm asy syar’iy).

Di samping itu, Allah SWT telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk mengatur urusan kaum muslimin berdasarkan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT. Firman Allah SWT:

Maka putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (dengan) meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. (Qs. Al-Maa’idah [5]: 48).

Dan putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari apa yang telah diturunkan Allah kepadamu (Qs. Al-Maa’idah [5]: 49).

Dalam kaidah usul fiqh dinyatakan bahwa, perintah (khitab) Allah kepada Rasulullah juga merupakan perintah kepada umat Islam selama tidak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya untuk Rasulullah (Khitabur rasuli khithabun li ummatihi malam yarid dalil yukhashishuhu bihi). Dalam hal ini tidak ada dalil yang mengkhususkan perintah tersebut hanya kepada Rasulullah SAW.

Oleh karena itu, ayat-ayat tersebut bersifat umum, yaitu berlaku pula bagi umat Islam. Dan menegakkan hukum-hukum yang diturunkan Allah, tidak mempunyai makna lain kecuali menegakkan hukum dan pemerintahan (as-Sulthan), sebab dengan pemerintahan itulah hukum-hukum yang diturunkan Allah dapat diterapkan secara sempurna. Dengan demikian, ayat-ayat ini menunjukkan wajibnya keberadaan sebuah negara untuk menjalankan semua hukum Islam, yaitu negara Khilafah.

Leave a comment